CLINICAL GOVERNANCE DI RUMAH SAKIT



KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini meskipun dalam bentuk sederhana. Semoga dengan kesederhanaan ini dapat diambil manfaat sebagai bahan referensi bagi para pembaca yang budiman. Demikian pula shalawat dan salam kepada Nabi besar Muhammad SAW, nabi akhir zaman penuntun ajaran yang benar untuk kebahagiaan dan kesalamatan hidup umat manusia di dunia maupun di akhirat kelak.
Penyusunan makalah ini tidak akan mungkin terwujud tanpa bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang ikut berpartisipasi dalam penyelesaian makalah ini. Akhirnya penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak demi kesempurnaan makalah berikutnya. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat dalam dunia pendidikan.
Wassalam
Makassar,  April 2016
                                                                                                         Penulis
Kelompok






DAFTAR ISI

SAMPUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

I.         PENDAHULUAN..............................................................................     
II. . PEMBAHASAN.................................................................................     
A.    Komite Medik..................................................................................
B.     Komite Mutu ...................................................................................
C.     Bidang Pelayanan Medik.................................................................
D.    Bidang Penunjang Medik................................................................     
E.     Bagian Administrasi Umum.............................................................     
REFERENSI..............................................................................................     








I   PENDAHULUAN

Rumah sakit diakui merupakan institusi yang sangat kompleks dan berisiko tinggi (high risk), terlebih dalam kondisi lingkungan regional dan global yang sangat dinamis perubahannya.  Perubahan paradigma pelayanan RS saat ini yang berubah tentnag permintaan konsumen bidang kesehatan yang menitikberatkan akan ‘mutu’. Istilah dan definisi ‘mutu’ mempunyai arti/makna dan perspektif yang berbeda bagi setiap individu tergantung dari sudut pandang masing masing. Untuk bidang kesehatan, Donabedian dengan structure, process dan outcome pada awal tahun 80an memperkenalkan tentang cara penilaian untuk standar, kriteria dan indikator. Selang beberapa tahun kemudian Maxwell mengembangkan six dimensions of quality. Tehnik Donabedian dan Maxwell ini lebih menitikberatkan tentang hal membuat standar dan penilaiannya (akreditasi) yang merupakan 2 dari 3 komponen quality assurance. Komponen ke tiga (continuous quality improvement) dan masih proses pembelajaran bagi semua organisasi.  
Salah satu upaya menjamin mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah dengan menerapkan konsep clinical governance yang diperkenalkan Departemen Kesehatan Inggris (UK National Health Service/NHS) pada tahun 1997 sebagai strategi baru untuk mencapai "First Class Service". Tujuannya, untuk menjaga agar pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan tinggi, dan dilakukan di lingkungan kerja dengan tingkat profesionalisme tinggi.
Clinical governance dapat diartikan sebagai sebuah kerangka dari NHS yang bertanggung jawab terhadap peningkatan mutu pelayanan secara berkelanjutan, dan menjaga standar pelayanan yang tinggi dengan membuat lingkungan di mana pelayanan klinis akan berkembang. Clinical governance memiliki 7 pilar yang dapat diterapkan/ diimplementasikan pada NHS untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. 
Ada 7 pilar dari clinical governance yaitu pilar pertama adalah clinical effectiveness adalah intervensi klinik yang memastikan akibat terbaik bagi masyarakat serta sumber daya dalam hal ini petugas kesehatan. Program dari clinical effectiveness terdiri dari penelitian dan perkembangan, efektifitas biaya, pendidikan, audit, pedoman klinik dan dampak klinik.  Pilar kedua adalah risk management effectiveness adalah proses yang mencoba mengidentifikasi kesalahan atau potensial kesalahan karena human error yang bertujuan agar petugas kesehatan melakukan kerja secara efektif, pelayanan keperawatan yang efisien dan patient safety dengan berfokus pada safety, efektif dan fokus pada pelanggan.
Pilar ketiga Patient Experience adalah satu alat untuk mengukur kualitas pelayanan kesehatan dengan menggunakan pengalaman pasien sebagai sumber informasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dengan pasien memberikan feedback berdasarkan pada pengalaman pelayanan mereka dengan  Pilar keempat adalah Communication Effectiveness adalah komunikasi yang efektif baik komunikasi verbal maupun nonverbal sebagai sharing informasi diantara petugas dengan petugas, antara petugas dengan pasien, antara petugas dengan pihak luar misalnya media. Komunikasi oleh tenaga profesional dengan pasien tidak hanya secara lisan namum dapat diuraikan dari gerak badan dan perilaku tenaga profesional pada pasien.
Pilar kelima adalah Resource Effectiveness artinya petugas kesehatan harus punya rasa memiliki/ ownership pada organisasi sehingga dapat lebih bertanggung jawab dalam memanfaatkan sumber daya untuk mencapai tujuan secara efektif. Strategic Effectiveness adalah strategis yang mencerminkan misi dari organisasi kesehatan dengan maksud mengejar kualias tinggi dimana pasien sebagai pusat pelayanan. manajemen strategik harus memperhatikan proses perubahan budaya, berpikir sistem dan peningkatan kualitas yang berkelanjutan. agar strategik efektif dapat dilakukan dengan mengkomunikasikan strategi kepada seluruh anggota organisasi dan memotivasi anggota untuk mengimplementasikan strategi misalnya bagaimana membangun hubungan antara pasien.
Pilar yang ketujuh adalah Learning Effectiveness adalah proses pembelajaran yang terus menerus untuk meningkatan kualitas pelayanan melalui seminar, workshop, benchmarking untuk mendapatkan dan mengimplementasikan keterampilan baru dan pengetahuan.
Lima kunci strategis  dari clinical governance adalah system awarness, team work, communication, ownership dan leadership. Dengan strategis ini dapat menerapkan pilar dari clinical governance pada program kerja yang dilakukan di rumah sakit agar Organisasi rumah sakit dapat memberikan pelayanan yang berkualitas tinggi dan sesuai harapan pelanggan.
Maka makalah ini kami susun dengan tujuan untuk menunjukkan program kerja konkrit yang dilakukan di Bidang Pelayanan Medik, pelayanan penunjang, bagian administrasi umum, komite medik dan komite mutu dengan pengimplementasian clinical governance untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan pada pelanggan rumah sakit.
























II PEMBAHASAN

A.    KOMITE MEDIK
Komite medik berdasarkan Permenkes 755 tahun 2011  adalah perangkat rumah sakit untuk menerapkan tata kelola klinis (clinical governance) agar staf medis di rumah sakit terjaga profesionalismenya melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi medis, dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi medis. Komite medik terdiri atas Subkomite kredensial, Subkomite mutu profesi, dan Subkomite etika dan disiplin profesi. Tujuan komite medik untuk menyelenggarakan tata kelola klinis (clinical governance) yang baik agar mutu pelayanan medis dan keselamatan pasien lebih terjamin dan terlindungi. Komite medik mempunyai tugas meningkatkan profesionalisme staf medis yang bekerja dirumah sakit dengan cara:
1.      melakukan kredensial bagi seluruh staf medis yang akan melakukan pelayanan medis di rumah sakit
2.      memelihara mutu staf medis
3.      menjaga displin, etika dan perilaku profesi staf medis
Program kerja komite medik dalam menerapkan tata kelola klinis (clinical governance) melalui:
1.      Sub Komite kredensial: bertugas menapis profesionalisme staf medis.
Adapun program kerja dari subkomite kredensensial adalah :
a.       Penyusunan dan pengkompilasian daftar kewenangan klinis sesuai dengan masukan dari kelompok staf medis berdasarkan norma keprofesian yang berlaku.
b.      Menyelenggarakan pemeriksaan dan pengkajian kompetensi, kesehatan fisik dan mental, perilaku dan etika profesi.
c.       Mengevaluasi data pendidikan profesional kedokteran/ kedokteran gigi secara berkelanjutan.
d.      Melakukan wawancara terhadap pemohon kewenangan klinis.
e.       Melakukan penilaian dan pemutusan kewenangan klinis.
f.       melakukan pelaporan hasil penilaian kredensial dan menyampaikan rekomendasi kewenagan klinis kepada ketua komite medik.
g.      melakukan proses rekredensial pada saat berakhirnya masa berlaku surat penugasan klinis dan adanya permintaan dari komite medik.
h.      membuat rekomendasi kewenangan klinis dan menerbitkan surat penugasan klinis.
2.      Sub Komite mutu profesi; bertugas mempertahankan kompetensi dan profesionalisme staf medis.
Adapun program kerja dari subkomite mutu profesi staf medis adalah :
a.       Melaksanakan audit medis ( audit individu, audit kasus insidental, audit 10 penyakit terbanyak)
b.      Merekomendasikan pendidikan berkelanjutan bagi staf medis baik kegiatan pendidikan internal maupun kegiatan eksternal rumah sakit misalnya sharing knowledge  
c.       Merekomendasikan proses pendampingan (proctoring) bagi staf medis yang membutuhkan
d.      Menyusun clinical pathaway sebagai standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti
3.      Sub Komite etika dan displin profesi; bertugas menjada disiplin, etika, dan perilaku profesi staf medis.
Adapun program kerja dari subkomite etika dan disiplin profesi adalah :
a.       melakukan pembinaan etika dan disiplin profesi kedokteran
b.      melakukan pemeriksaan staf medis yang diduga melakukan pelanggaran disiplin
c.       merekomendasikan pendisiplinan pelaku profesional di rumah sakit
d.      memberikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan etis pada asuhan medis pasien.

B.     KOMITE MUTU
Komite mutu perangkat rumah sakit yang melaksanakan kegiatan penjaminan mutu dan keselamatan pasien. Adapun program kerja dari komite mutu adalah:
1.      Merencanakan indikator mutu pelayanan
2.      Membuat pedoman dan menyusun standar-standar indikator pelayanan/ Key performance indikator.
3.      Mengkomunikasikan melalui sosialisasi standar-standar pelayanan (indikator pelayanan/ Key performance indikator) secara spesifik kepada unit-unit terkait di rumah sakit.
4.      Membentuk tim penanggung jawab mutu disetiap instalasi pelayanan rumah sakit.
5.      Melakukan monitoring/ pengawasan terhadap penerapan standar pelayanan kepada unit-unit terkait di rumah sakit.
6.      Melakukan brainstroaming untuk mengidentifikasi masalah dan penyebab masalah serta peluang-peluang peningkatan mutu pelayanan.
7.      Melakukan audit mutu sebagai proses evaluasi penerapan standar pelayanan di setiap instalasi pelayanan rumah sakit.

C.    BAGIAN ADMINISTRASI UMUM
Program Kerja yang dilakukan adalah :
1.      Membentuk sub komite audit medis pada komite medik yang bertugas melaksanakan kegiatan audit medis dalam meningkatkan mutu pelayanan medis
2.      Melakukan penguatan kelembagaan komite medic dengan menyusun, prosedur dan sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan tugas dan fungsi komite medik.
3.      Memfasilitasi kegiatan komite medic seperti rapat pembahasan kasus agar kegiatan komite medik bisa terencana dan berkesinambungan.
4.      Prioritaskan Keselamatan Pasien dalam agenda rapat Direksi/Pimpinan maupun rapat-rapat manajemen rumah sakit.
5.      Memfasilitasi pelaksanaan audit klinis dan penilaian kinerja klinis pada tiap-tiap unit pelayanan klinis
6.      Menyusun rencana pengembangan profesional dan identifikasi pelatihan keterampilan serta menyusun struktur diklat baik bagi staf klinis maupun non klinis
7.      Menyiapkan perangkat lunak ( program ) yang memungkinkan pencatatan, pelaporan dan monitoring insiden, complain, dan klaim
8.      melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait dengan : pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan
9.      Mendorong pelaksanaan Manajemen complain dengan membentuk tim pengaduan masyarakat serta membuat pedoman pengaduan dan informasi
10.  Membentuk tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien (patient safety).
11.  Melakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian keselamatan pasien melalui peran komite keselamatan pasien.
12.  ketersediaan informasi yang mudah diakses masyarakat/ pasien/ keluarga
13.  Melakukan pelatihan pelaksanaan audit medis/klinik untuk staf medis
14.  Mengadakan workshop tata kelola klinis dengan topik bahasan : Pengenalan konsep dan dasar tata kelola klinis, Prinsip-prinsip tata kelola klinis, Komponen dari tata kelola klinis, Pengembangan dan Peningkatan Kualitas Pelayanan dan Studi kasus
15.  Membuat ketentuan bahwa setp dokter/doktr gigi yang memberikan pelyana medis wajib membuat rekam medis dan harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan medis
D.    BIDANG PELAYANAN MEDIS
Berdasarkan Peraturan Presiden nomor 77 tentang Unsur pelayanan medis merupakan unsur organisasi di bidang pelayanan medis yang bertugas:
a.       Menyusun rencana pemberian pelayanan medis sesuai dengan standar dan wewenang klinis
b.      Mengkoordinasi pelaksanaan pelayanan medis
c.       Mengkoordinasi pelaksanaan kendali mutu, kendali biaya dan keselamatan pasien di bidang pelayanan medis
d.      Memonitoring dan mengevaluasi pelayanan medis



E.     BIDANG PENUNJANG MEDIK
Berdasarkan Peraturan Presiden nomor 77 tentang Unsur penunjang medik adalah unsur organisasi yang memberikan pelayanan penunjang medik dan bertugas menyelenggarakan fungsi:
a.       Penyusunan rencana pemberian pelayanan penunjang medik;
b.      Koordinasi dan pelaksanaan pelayanan penunjang medik;
c.       Pelaksanaan kendali mutu, kendali biaya, dan keselamatan pasien di bidang pelayanan penunjang medik;
d.      Pengelolaan rekam medik; dan
Pemantauan dan evaluasi pelayanan penunjang medik.

Program Kerja Bidang Pelayanan Medis dan Penunjang yang menerapkan Clinical Governance

Pentingnya penerapan clinical governance dalam pelaksanaan pelayanan Medis dan penunjang di rumah sakit adalah peningkatan mutu dan kualitas pelayanan yang diberikan dengan indikator pengukuran ketercapaian kualitas adalah:
a)       Angka Perawatan Ulang
b)      Angka Infeksi RS.
c)      Reject Analisis ( Pada Radiologi)
d)     Angka Ketidaksesuaian Penulisan Diet
e)      Angka Keterlambatan waktu pemberian makan
f)       Angka Kesalahan Pembacaan Hasil Pemeriksaan Penunjang
g)      Angka Waktu Penyelesain Resep
h)      Angka Kesalahan Pemberian Obat
i)        Angka Banyaknya Resep yang Tidak Terlayani
j)        Angka infeksi nosokomial
k)      Angka kematian kasar (Gross Death Rate)
l)        Kematian pasca bedah
m)    Kematian ibu melahirkan ( Maternal Death Rate-MDR)
n)      Kematian bayi baru lahir (Infant Death Rate-IDR)
o)      NDR (Net Death Rate di atas 48 jam)
p)      ADR (Anasthesia Death Rate)
q)      PODR (Post Operation Death Rate)
r)       POIR (Post Operative Infection Rate)

Berikut program kerja konkrit yang dapat diterapkan di rumah sakit bidang pelayanan penunjang medik dan non medik melalui pendekatan 7 pilar clinical governance:
a.      Clinical Effectiveness
Program kerja yang dapat dilakukan supaya tindakan klinis dapat efektif dengan cara:
1)      Pelaksanaan Pedoman praktek klinis atau clinical pathway sesuai area prioritas pelayanan penunjang medik.
Tujuan      :    Sebagai pedoman praktek klinis/ clinical pathway bagi petugas laboratorium, radiologi, farmasi, dan gizi
Indikator  :    Minimnya bahkan meniadakan kesalahan tindakan ataupun tindakan yang tidak diperlukan oleh petugas kesehatan pada pasien.
PJ             :    Komite Medik / Kepala Instalasi Penunjang Medik
2)      Menyusun dan menerapkan standar prosedur pelayanan di penunjang medik dan non medik
Tujuan      :    Menjadi pedoman dan alur proses dalam melakukan tindakan pelayanan penunjang medik dan non medik pada pasien.
Misalnya SOP Pemeriksaan Laboratorium cyto, SOP pengadaan obat, SOP penyimpan obat, SOP perencanaan bahan makanan rumah sakit dan lain-lain.
Indikator  :    Tersedianya SOP untuk setiap tindakan dari instalasi penunjang medik dan non medik
PJ             :    Kepala Instalasi Penunjang Medik dan non medik

3)      Mengaktifkan penanggung jawab mutu (keeper of quality) pada masing-masing instalasi penunjang
Tujuan      :    Mengontrol pelaksanaan pelayanan yang berkualitas dan prima. Jadi disini ditentukan seorang pegawai misalnya kepala ruangan dari instalasi penunjang medik/non medik yang ditunjuk bertanggung jawab mengontrol segala tindakan petugas dalam memberikan pelayanan pada pasien harus sesuai dan tidak menyimpang dari prosedur yang telah ditetapkan bahkan perlu contoh perilaku petugas dalam peningkatan pelayanan yang lebih “emphati” kepada pasien. 
Indikator  :    terjaminnya pelaksanaan pelayanan yang berkualitas dan prima
PJ             :    Kepala Instalasi/ Komite Mutu

b.      Risk Management Effectiveness
Program kerja yang dapat dilakukan untuk efektifitas manajemen risiko adalah:
1)      Mengembangkan program keselamatan pasien di rumah sakit dengan menggunakan instrument:
a)      Melakukan pelaporan Kejadian (KTD+KNC+Kejadian Sentinel+dan lain-lain)
Tujuan        :       Untuk mengetahui besarnya masalah, mencari upaya penyelesaian serta menjadi proses pembelajaran dan menjadi dasar untuk membuat rekomendasi demi memperbaiki secara sistem
Indikator    : Dokumen Pelaporan Kejadian (KTD+KNC+Kejadian Sentinel+dan lain-lain).
PJ               : Komite mutu



b)      Review Rekam Medik
Tujuan        : Penyaringan Kejadian untuk memeriksa dan mencari penyimpangan-penyimpangan pada praktik dan prosedur.
Indikator    : Minimalisir penyimpangan pada praktik dan prosedur
PJ               : Komite mutu/ Komite medik
c)      Pengaduan (Complaint) pelanggan
Tujuan        : Mengetahui kebutuhan pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan rumah sakit.
Indikator    : Tersedia loket pengaduan/ customer care
PJ               : Komite mutu
d)     Survey/ Self Assesment
Tujuan        : Untuk mengetahui kepuasan pelanggan terhadap kinerja pelayanan penunjang medik di RS;
Indikator    : Tingkat Kepuasan pelanggan
PJ              : Komite Mutu

Ada 5 standar program keselamatan pasien (patient safety) yang harus diterapkan oleh petugas kesehatan dalam pemberian pelayanan penunjang yaitu:
a)      Melakukan identifikasi pasien secara benar
Standar “identifikasi pasien secara benar” ini harus selalu diterapkan petugas dari pelayanan penunjang karena berkaitan pada proses pelayanan yang akan diberikan pada pasien, misalnya identifikasi pasien sebelum pemberian obat untuk pasien, proses pengambilan spesimen pasien untuk pemeriksaan, sebelum pemberian diet pada pasien, sebelum transfusi darah dan sebelum prosedur pelayanan lainnya. Identifikasi pasien dengan menggunakan dua identitas yaitu nama pasien dan nomor rekam medik. sedangkan dalam pemberian obat bagi petugas farmasi harus menerapkan program 5 RIGHT + 1 ATTENTION yaitu : Right Drug, Right Patient, Right Dose, Right Route, Right Time and Attention for side effect. selain itu identifikasi pasien dengan melihat gelang risiko yaitu:
-       gelang kuning : risiko tinggi jatuh
-       gelang merah: Alergi
-       gelang ungu : tidak dilakukan resusitasi
-       gelang abu-abu : terpasang implant radioaktfi
-       gelang putih : keterbatasan extremitas
b)      Meningkatkan komunikasi yang efektif dengan menerapkan konsep:
-       Komunikasi antar petugas secara verbal dengan READ BACK  / TBAK (Tulis, BAca kembali, Konfirmasi)
-       Petugas Melaporkan kondisi pasien  dengan SBAR  (Situation – Backround – Assessment –Recommendation)
-       Komunikasi dengan melibatkan Pasien secara SPEAK  UP
-       Pelaporan hasil Tes Kritis yang disampaikan dari unit radiologi, laboratorium, perawatan yang melakukan perekaman EKG harus mencatat tanggal dan waktu menelpon, nama lengkap petugas kesehatan yang dihubungi dan nama lengkap yang  menelepon.
c)      Meningkatkan keamanan penggunaan obat yang membutuhkan kewaspadaan tinggi yaitu:
-       untuk daftar obat LASA (Look Alike Sound Alike) jangan digabung penyimpanan obatnya tapi dipisahkan atau diberi tanda agar tidak salah dalam pengambilan obat.
-       untuk obat konsentrat jangan diletakkan ditempat yang terbuka atau mudah dijangkau anak-anak. sebaiknya diberikan  dan daftar obat fall risk.
d)     Memastikan operasi dengan lokasi yang benar, prosedur yang benar, dan pasien yang benar.
e)      Mengurangi risiko infeksi penyakit akibat pelayanan di rumah sakit dengan cara setiap petugas melakukan kebersihan tangan  sesuai 6 langkah dari WHO, menggunakan APD sesuai dengan indikasi, menerapkan etika batuk/bersin
f)       Mengurangi risiko pasien cedera karena jatuh

2)        Pengelolaan risiko klinis secara formal dengan mengembangkan sistem pelaporan dan pencatatan insiden klinis, meningkatkan kapasitas pelayanan penunjang termasuk kinerja petugas dengan melakukan kegiatan:
a)      Pelatihan
b)      Membuat standar pelayanan minimal rumah sakit
c)      Mengembangkan sistem prioritas dalam menangani risiko yang ditemukan
d)     Peninjauan berkala sebagai evaluasi terhadap berbagai faktor risiko yang ditemukan
Contoh:
Untuk Instalasi Farmasi memperhatikan baik-baik penyusunan obat karena banyak obat yang memiliki ciri-ciri/ cover yang sama dikenal dengan istilah Obat LASA (Look Alike Sound Alike) diletakkan dilemari yang berbeda agar tidak salah obat yang diberikan pada pasien.
c.       Patient Experience
Program kegiatan yang dapat dilakukan adalah :
1.      Membangun hubungan baik dengan pasien dan keluarga pasien selama maupun setelah perawatan di rumah sakit. contohnya menerima konsultasi hasil pemeriksaan penunjang via telpon bagi pasien dan memberikan rekomendasi tindakan medis yang dapat dilakukan pasien.
Tujuan      : Memberikan pelayanan prima bagi pasien/ keluarga pasien
Indikator  :  Pasien/ keluarga pasien kembali berobat ke rumah sakit kita
PJ             : Seluruh Petugas kesehatan




d.      Communication Effectiveness
Program kerja yang dapat dilakukan :
1.      Melakukan kegiatan family gahtering
Tujuan      :  Menjadi wadah komunikasi dan menjalin kerjasama antar petugas dan antar unit di rumah sakit
Indikator  :  tercapainya komunikasi efektif diantara petugas
2.      Menerapkan metode 3S (Senyum, Salam dan Sapa) pada pasien
e.       Resources Effectiveness
1.      melakukan orientasi pada karyawan baru
f.        Strategic Effectiveness
1.      Menyusun daftar kebutuhan SDM untuk unit penunjang medik yang sesuai dengan standar kompetensi melalui penilaian kinerja praktisi klinis, rekrutmen berbasis standar kompetensi, proses credentialling, pengembangan profesi berdasar analisis kompetensi dibandingkan dengan standar yang ditetapkan;
g.      Learning Effectiveness
                               1.      Melakukan pelatihan tentang komunikasi terapeutik pada petugas pelayanan
                               2.      Melakukan benchmarking
                               3.      Melakukan briefing sebelum dan setelah menjalankan tugas pelayanan
                               4.      Menambah skill petugas pelayanan penunjang dengan mengikuti pelatihan misalnya pelatihan mikrobiologi untuk petugas laboratorium dan sebagainya.

Komentar

  1. What is online gambling? - Dr. MD
    Online gambling is a 의정부 출장샵 technique in which a person purchases and 삼척 출장안마 sells virtual currency for online gambling. For example, the 청주 출장안마 virtual 청주 출장안마 currency What is online gambling?Is it legal 강릉 출장안마 to gamble in a casino?

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROPOSAL HIDUPKU

PERBEDAAN DAN PERSAMAAN QUALITY ASSURANCE, TOTAL QUALITY MANAJEMEN AND CONTINOUS QUALITY IMPROVMENT

Konsep Pemasaran Rumah Sakit